BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Dalam rentang dua bulan
terakhir ini, media massa marak memberitahukan tentang kasus gugatan/tuntutan
kepada tenaga medis atau menejemen rumah sakit yang diajukan masyarakat konsumen
jasa medis yang menjadi korban dalam tindakan malpraktik (malpractic) atau
kelalaian medis.
Ada berbagai factor yang
melatarbelakangi munculnya gugatan-gugatan malpraktik tersebut dan semuanya
berangkat dari kerugian psikis dan fisik korban.
Sorotan masyarakat yang
cukup tajam atas jasa pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan, khususnya
dengan terjadi berbagai kasus yang memyebabkan ketidakpuasan masyarakat
memunculkan isu adanya dugaan malpraktik medis yang secara tidak langsung
dikaji dari aspek hukum dalam pelayanan kesehatan.
karena penyebab dugaan malpraktik belum tentu
disebabkan oleh adanya kesalahan/kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan.
Bentuk dan prosedur
perlindungan terhadap kasus malpraktik yang ditinjau dari undang-undang Perlindungan
Konsumen No.8 tahun 1999.
Peraturan tersebut mengatur
tentang pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah lelalui
lembaga-lembaga yang dibentuk oleh pemerintah yang membidangi perlindungan
konsumen, selain peran serta pemerintah, peran serta masyarakat sangat perlu
dibutuhkan dalam perlindungan konsumen dalam kasus malpraktik serta penerapan
hokum terhadap kasusu malpraktik yang meliputi tsnggung jawab hukum dan
sanksinya menurut hukum perdata, pidana dan administrasi.
B. Permasalahan
Mengapa banyak kasus malpraktik masih banyak dilakukan tenaga kesehatan
khususnya oleh dokter dan bidan.
C.
Tujuan
Penulisan
Ø Menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam bidang
kesehatan terutama yang berkaitan dengan malpraktik.
Ø Menjelaskan contoh-contoh kasus malpraktik pada
kebidanan.
Ø Menjelaskan kasus menurut segi Moral.
Ø Menjelaskan kasus menurut segi Etika.
Ø Menjelaskan kasus menurut segi Hukum.
Ø Menyimpulkan tentang malpraktik medic.
BAB II
PEMBAHASAN
Contoh
kasus Malpraktik:
Kasus Dugaan Malpraktek Di
Puskesmas Tanggul Berlanjut
Kasus dugaan
malpraktek yang dilakukan oleh Puskesmas Tanggul terhadap pasien Ika
Kustinawati (22) yang bersalin itu berlanjut. Kini, dua lembaga layanan
kesehatan yang menangani mulai saling lempar dan saling tuduh. RSUD dr
Soebandi, menyalahkan penanganan oleh Puskesmas Tanggul, karena sebelum dibawa
ke RSUD dr Soebandi, pasien ini ditangani Puskesmas Tanggul.
Supriyadi, Suami pasien menceritakan
bahwa saat itu dirinya mempertanyakan kepada pihak RSUD dr Soebandi. Dijawab oleh pihak RSUD dr Soebandi dalam hal
ini oleh Tim Medis yang menangani bahwa kesalahan ada di pihak Puskesmas
Tanggul.
“Tim Medis RSUD dr Soebandi, mengatakan
bahwa pihak Puskesmas yang menangani pertama itu yang keliru,” ujar Supriyadi.
Supriyadi, tidak berhasil mengingat
siapa yang menyatakan itu. Entah dari pihak perawat atau dokter yang menangani
di RSUD dr Soebandi. Yang jelas, saat dia kebingungan dan menanyakan
pertanggungjawaban ke RSUD , pihak RSUD menyatakan kesalahan lebih di pihak
Puskesmas Tanggul.
Sekadar diketahui, saat ini polisi
sedang mengusut kasus ini. Kasat Reskrim Polres Jember AKP Kusworo Wibowo, SIk,
mengatakan bahwa Tim Penyidik Tipiter telah melakukan penyelidikan. Bahkan,
dalam waktu dekat para pihak akan dilakukan pemanggilan secara resmi.
“Terima kasih, laporannya. Dan kita
akan tindak lanjuti segera,” ujar Kasat Reskrim AKP Kusworo, kemarin. Sebelumnya,
kasus ini muncul setelah korban Ika Kustinawati, yang hamil 9 bulan lebih itu
merasakan akan melahirkan. Lalu oleh keluarga dibawa ke Puskesmas Tanggul,
yakni pada tanggal 2 Pebruari 2011.
Saat itu kontraksi terjadi. Dan penanganan
dilakukan seperti pasien biasa selama ini yang hendak melahirkan. Pihak
perawat, bidan, dan tim medis magang itu menangani serius Ika.
“Sebetulnya, saya diminta ke bidan
terdekat. Tetapi saya ada menyuruh ke Puskesmas saja.,” ujarnya.
Penanganan itu dilakukan setelah
tanggal 3 Pebruari 2011, pukul 15.00 WIB besoknya, karena air ketuban sudah
pecah. Baru kemudian karena sudah pecah, maka vagina bagian atas digunting. Sebab,
saat itu tidak segera keluar bayinya. Karena belum keluar juga digunting lagi
di bagian bawah. Bahkan, saat itu perutnya didorong dengan perawat dan bidan –
bidan itu. “Yang menggunting saya itu lebih banyak bidan magang,” ujar Ika
Kustinawati.
Baru setelah beberapa jam, bayi bisa
dikeluarkan. Beratnya sekitar 3,1 Kg. Kemudian vagina dijahit. Hanya saja saat
itu mengalami kekacauan sebab batas vagina dan dubur itu sudah tidak ada lagi
batas. Hanya tersisa satu centimeter saja. Karena Puskesmas akhirnya tidak
sanggup, maka dirujuk ke RSUD dr Soebandi. Hanya saja sampai di RSUD dr
Soebandi ditangani biasa.
“Saat itu, pihak RSUD menyayangkan
kenapa kok jadi seperti ini. Kalau tidak sanggup sejak awal kan seharusnya
dikirim ke RSUD. Bayi 3,1 Kg, kok seperti ini,” ujar dokter di RSUD dr
Soebandi. Kini keluarga dan pasien saat meminta pertanggungjawaban ke Puskesmas
tidak digubris. Bahkan dicampakkan begitu saja. “Kita seperti dibuang begitu
saja,” ujarnya.
Bidan Siti Muawanah – adalah saksi
kunci dalam kasus ini. Proses persalinan diduga tidak wajar karena
pengguntingan vagina hingga 3 centi meter lebih. Kini, orangtua bayi laki –
laki bernama Ifza Praditya Akbar (1 bulan) terbaring lemah di tempat tidur. Dia
menunggu kejelasan penanganan dan pertanggungjawaban dari pihak Puskesmas
Tanggul.
Stop Malpraktik
Korbannya pun cukup membuat miris hati,
karena usianya masih sangat muda yang dilakukan oleh bidan Puskesmas Pembantu
(Pustu) Kelurahan 5 Ulu, Kecamatan Seberang Ulu 1, Palembang. Bidan Yt, diduga
melakukan malpraktik dan mengakibatkan Versi Paris seorang bayi pasiennya
meninggal dunia setelah diobati.
Dugaan malpraktik karena
setelah diberi obat Paris (3 bulan), justru mengalami kejang-kejang
dan tubuhnya membiru. Kondisi tersebut terjadi sekitar setengah jam.
Oleh Ibunya, Paris pun dibawa ke bidan
lain dan dikatakan kalau Paris diduga salah makan obat atau keracunan obat.
Karena kondisinya semakin memburuk, bayi itu dibawa ke RSUD Bari Kota
Palembang untuk mendapatkan pertolongan, namun tidak lama kemudian ia meninggal
dunia.
Belum diketahui kemungkinan kasus ini
akan dituntut keluarga pasien atau tidak, sehingga dapat diproses lebih lanjut
atau kedua orang tuanya telah menerima keadaan tersebut.
Saat ini Pwmprov Sumsel gencar
menggaungkan program pengobatan gratis, khususnya bagi warga kurang mampu.
Apakah karena serba gratis pun akhirnya membuat semuanya serba seadanya.
A.
Ditinjau dari segi Etika:
Bagi
asosiasi profesi, etika adalah kesepakatan bersama dan pedoman untuk diterapkan
dan dipatuhi tentang apa yang dinilai baik dan buruk dalam pelaksanaan dan
pelayanan profesi itu. Malpraktik meliputi pelanggaran kontrak (breach of
contract).
Salah satu upaya untuk menghindarkan dari
malpraktik adalah adanya informed consent (persetujuan) untuk setiap tindakan dan
pelayanan medis pada pasien. Di Indonesia terdapat ketentuan informed consent yang
diatur antara lain pada peraturan pemerintah no. 18 tahun 1981. Apabila bidan
didakwa telah melakukan kesalahan profesi, hal ini bukanlah merupakan hal yang
mudah bagi siapa saja yang tidak memahami profesi kesehatan dalam membuktikan
ada dan tidaknya kesalahan.
Didalam
transaksi teraputik ada beberapa macam tanggung gugat, antara lain;
1)
Contaractual liability
Tanggung
gugat ini timbul sebagai akibat tidak dipenuhinya kewajiban dari hubungan
kontraktual yang sudah disepakati. Di lapangan kewajiban yang harus dilaksanakan
adalah daya upaya maksimal, bulan keberhasilan, karena health care provider
baik tenaga kesehatan maupun rumah sakit hanya bertanggung jawab atas pelayanan
kesehatan yang tidak sesuai standar profesi/standar pelayanan.
2)
Vicarius liability
Atau
respondeat superior ialah tanggung gugat yang timbul atas kesalahan yang dibuat
oleh tenaga kesehatan yang ada dalam tanggung jawabnya, miisalnya rumah sakit
akan bertanggung gugat atas kerugian pasien yang diakibatkan kelalaian bidan
sebagai karyawannya.
3)
Liability in tort
Adalah
tanggung gugat atas perbuatan melawan hukum. Perbuatan melawan hukum tidak
terbatas hanya perbuatan yang melawan hukum, kewajiban hukum baik terhadap diri
sendiri maupun orang lain akan tetapi, termasuk juga yang berlawanan dengan
kesusilaan atau berlawanan dengan ketelitian yang patut dilakukan dalam
pergaulan hidup terhadap orang lain atau benda orang lain.
B.
Ditinjau dari segi Moral;
Moral
adalah ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenal ahklak dan budi
pekerti.
Dalam
kasus ini bidan tidak menjalankan tugasnya sesuai etik moral;
1)
Untuk Melakukan tindakan yang
tepat dan berguna.
2)
Untuk Mengetahui masalah yang
perlu diperhatikan.
Bidan harus bertanggung jawab
terhadap keputusan yang telah dibuat, bertanggung jawab atas keputusan yang
relah diambil.
Kasus malpraktik ini meliputi
pelanggaran kontrak (breach of contract), perbuatan yang disengaja (intentional
tort), dan kelalaian (negligence). Criminal malpraktik yang bersifat ceroboh
(recklessness) yaitu: “ Melakukan tindakan medis tanpa persetujuan pasien”.
Criminal practice yang bersifat lalai (negligence) yaitu: “ kurang hati-hati
menyebabkan luka, cacat atau meninggalnya pasien”. Dan harus dipertanggung
jawabkan.
Semua
ahli madya kesehatan wajib mengucap janji ketika lulus dari pendidikan. Salah
satu isi sumpah janji tersebut yaitu untuk melaksanakan tugas sebaik-baiknya
menurut undang-undang yang berlaku. Tetapi pada kasus ini bidan “E” melanggar sumpah tersebut.
C.
Ditinjau dari segi Hukum:
Masalah
dugaan malpraktik medic, akhir-akhir ini, sering diberitakan di media massa.
Namun sampai kini, belum ada yang tuntas penyelesaiannya. Tadinya masyarakat
berharap bahwa UU Praktik Kedokteran itu akan juga mengatur masalah malpraktik
medic. Namun, materinya ternyata hanya mengatur masalah disiplin, bersifat
intern.
Walaupun
setiap orang dapat mengajukan ke Majelis disiplin Kedokteran, tetapi yang hanya
menyangkut segi disiplin saja.
Untuk
segi hukumnya, undang-undang merujuk ke
KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) bila terjadi tindak pidana. Namun,
kalau sampai diajukan ke pengadilan tetap terkatung-katung tidak ada kunjung
penyelesaiannya, lantas apa gunanya?
Di
Negara yang menganut system hukum Anglo-saxon, masalah dugaan malpraktik medic
ini sudah ketentuan didalam common law dan menjadi yurispridensi. Dan karena
masyarakat semakin sadar terhadap masalah pelayanan kesehatan, DPR yang baru
harus dapat menangkap kondisi tersebut dengan berinisiatif membentuk
undang-undang tentang malpraktik medic, sebagai pelengkap UU praktik
Kedokteran.
Bagaimana
materinya, kita bisa belajar dari Negara-negara yang telah memiliki peraturan
tentang hal tersebut. Harapan masyarakat ketika, ketika mereka merasa dirugikan
akibat tindakan medis, landasan hukumnya jelas. Sedangkan di pihak para medis,
setiap tindakannya tidak perlu lagi dipolemikkan sepanjang sesuai
undang-undang.
Pasal
360 KUHP, karena kelalaian menyebabkan luka berat:
Ayat
(1) barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain mendapat luka-luka berat,
diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama
satu tahun.
Ayat
(2) barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian
rupa sehingga menimbulkan penyakit atau alangan menjalakan pekerjaan, jabatan
atau pencaharian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling
lama Sembilan bulan atau denda paling tinggi tiga ratus ribu rupiah.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Ada
banyak penyebab mengapa persoalan malpraktik medic mencuat akhir-akhir ini
dimasyarakat. Diantaranya pergeseran hubungan antara tenaga medis dan pasien
yang tadinya bersifat paternalistic tidak seimbag dan berdasarkan kepercayaan berganti
dengan pandangan masyarakat yang makin kritis serta kesadaran hukum ysng makin
tinggi. selain itu jumlah tenaga medis di Indonesia dianggap belum seimbang
dengan jumlah pasien sehingga seorang tenaga medis menangani banyak pasien yang
berakibat diagnose menjadi tidak teliti.
Dari
sudut penegakan hukum sulitnya membawa kasusu ini kejalur pengadilan
diantaranya karena belum ada keseragaman paham diantara para penegak hukum
sendiri soal malpraktik medic ini.
Mungkin
sudah saatnya diperlukan juga saksi yang memahami ilmu hukum sekaligus ilmu kesehatan.
B.
Saran
Jika
telah terjadi kesalahan tindakan medis, apakah pasien dan keluarga pasien tidak
menuntut, bertanya dan marah dengan tindakan mereka (dokter, bidan dan
perawat). Apakah hanya mereka saja yang boleh melakukan hal semaunya untuk
pasien, toh pasien bukan kelinci percobaan untuk kesembuhan suatu penyakit.
Pasien pun masih memiliki hak untuk
bertanya, dan mendapatkan informasi lebih banyak tentang penyakit mereka dan
tindakan medis yang dilakukan untuk diri mereka. Toh badan yang akan disembuhkan
bukan badan dokter, perawat atau bidan tapi milik pasien dan itu sifatnya
pribadi.
Ketika itu semua terjadi, kesalahan
terjadi karena tindakan medis yang keliru, berulang kali IDI dan IBI terus
melindungi anggotanya, kenapa mereka tidak mau mengungkapkan hal sebenarnya.
Kini saatnya semua pihak bersatu STOP
MALPRAKTIK, jadilah konsumen yang pintar.
Terhadap
dugaan malpraktik medic, masyarakat dapat melaporkan kepada penegak hukum, atau
tuntutan ganti rugi secara perdata, ataupun menempuh ketentuan pasal 08 KUHP
memasukkkan perkara pidana sekaligus tuntutan ganti rugi secara perdata.
DAFTAR PUSTAKA
Jemberpost.com
kumpulan-segala-macam.blogspot.com/…/pengertian-etika-dan-moral-dalam.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar