Rabu, 18 Desember 2013

Malpraktik

BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar belakang
Dalam rentang dua bulan terakhir ini, media massa marak memberitahukan tentang kasus gugatan/tuntutan kepada tenaga medis atau menejemen rumah sakit yang diajukan masyarakat konsumen jasa medis yang menjadi korban dalam tindakan malpraktik (malpractic) atau kelalaian medis.
Ada berbagai factor yang melatarbelakangi munculnya gugatan-gugatan malpraktik tersebut dan semuanya berangkat dari kerugian psikis dan fisik korban.
Sorotan masyarakat yang cukup tajam atas jasa pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan, khususnya dengan terjadi berbagai kasus yang memyebabkan ketidakpuasan masyarakat memunculkan isu adanya dugaan malpraktik medis yang secara tidak langsung dikaji dari aspek hukum dalam pelayanan kesehatan.
 karena penyebab dugaan malpraktik belum tentu disebabkan oleh adanya kesalahan/kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan.
Bentuk dan prosedur perlindungan terhadap kasus malpraktik yang ditinjau dari undang-undang Perlindungan Konsumen No.8 tahun 1999.
Peraturan tersebut mengatur tentang pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah lelalui lembaga-lembaga yang dibentuk oleh pemerintah yang membidangi perlindungan konsumen, selain peran serta pemerintah, peran serta masyarakat sangat perlu dibutuhkan dalam perlindungan konsumen dalam kasus malpraktik serta penerapan hokum terhadap kasusu malpraktik yang meliputi tsnggung jawab hukum dan sanksinya menurut hukum perdata, pidana dan administrasi.
B.    Permasalahan
Mengapa banyak kasus malpraktik masih banyak dilakukan tenaga kesehatan khususnya oleh dokter dan bidan.

C.    Tujuan  Penulisan
Ø  Menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam bidang kesehatan terutama yang berkaitan dengan malpraktik.
Ø  Menjelaskan contoh-contoh kasus malpraktik pada kebidanan.
Ø  Menjelaskan kasus menurut segi Moral.
Ø  Menjelaskan kasus menurut segi Etika.
Ø  Menjelaskan kasus menurut segi Hukum.
Ø  Menyimpulkan tentang malpraktik medic.











BAB II
PEMBAHASAN
Contoh kasus Malpraktik:
Kasus Dugaan Malpraktek Di Puskesmas Tanggul Berlanjut
Kasus dugaan malpraktek yang dilakukan oleh Puskesmas Tanggul terhadap pasien Ika Kustinawati (22) yang bersalin itu berlanjut.  Kini, dua lembaga layanan kesehatan yang menangani mulai saling lempar dan saling tuduh. RSUD dr Soebandi, menyalahkan penanganan oleh Puskesmas Tanggul, karena sebelum dibawa ke RSUD dr Soebandi, pasien ini ditangani Puskesmas Tanggul.
Supriyadi, Suami pasien menceritakan bahwa saat itu dirinya mempertanyakan kepada pihak RSUD dr Soebandi. Dijawab oleh pihak RSUD dr Soebandi dalam hal ini oleh Tim Medis yang menangani bahwa kesalahan ada di pihak Puskesmas Tanggul.
“Tim Medis RSUD dr Soebandi, mengatakan bahwa pihak Puskesmas yang menangani pertama itu yang keliru,” ujar Supriyadi.
Supriyadi, tidak berhasil mengingat siapa yang menyatakan itu. Entah dari pihak perawat atau dokter yang menangani di RSUD dr Soebandi. Yang jelas, saat dia kebingungan dan menanyakan pertanggungjawaban ke RSUD , pihak RSUD menyatakan kesalahan lebih di pihak Puskesmas Tanggul.
Sekadar diketahui, saat ini polisi sedang mengusut kasus ini. Kasat Reskrim Polres Jember AKP Kusworo Wibowo, SIk, mengatakan bahwa Tim Penyidik Tipiter telah melakukan penyelidikan. Bahkan, dalam waktu dekat para pihak akan dilakukan pemanggilan secara resmi.
“Terima kasih, laporannya. Dan kita akan tindak lanjuti segera,” ujar Kasat Reskrim AKP Kusworo, kemarin. Sebelumnya, kasus ini muncul setelah korban Ika Kustinawati, yang hamil 9 bulan lebih itu merasakan akan melahirkan. Lalu oleh keluarga dibawa ke Puskesmas Tanggul, yakni pada tanggal 2 Pebruari 2011.
Saat itu kontraksi terjadi. Dan penanganan dilakukan seperti pasien biasa selama ini yang hendak melahirkan.  Pihak perawat, bidan, dan tim medis magang itu menangani serius Ika.
“Sebetulnya, saya diminta ke bidan terdekat. Tetapi saya ada menyuruh ke Puskesmas saja.,” ujarnya.
Penanganan itu dilakukan setelah tanggal 3 Pebruari 2011, pukul 15.00 WIB besoknya, karena air ketuban sudah pecah. Baru kemudian karena sudah pecah, maka vagina bagian atas digunting. Sebab, saat itu tidak segera keluar bayinya. Karena belum keluar juga digunting lagi di bagian bawah. Bahkan, saat itu perutnya didorong dengan perawat dan bidan – bidan itu. “Yang menggunting saya itu lebih banyak bidan magang,” ujar Ika Kustinawati.
Baru setelah beberapa jam, bayi bisa dikeluarkan. Beratnya sekitar 3,1 Kg. Kemudian vagina dijahit. Hanya saja saat itu mengalami kekacauan sebab batas vagina dan dubur itu sudah tidak ada lagi batas. Hanya tersisa satu centimeter saja. Karena Puskesmas akhirnya tidak sanggup, maka dirujuk ke RSUD dr Soebandi. Hanya saja sampai di RSUD dr Soebandi ditangani biasa.
“Saat itu, pihak RSUD menyayangkan kenapa kok jadi seperti ini. Kalau tidak sanggup sejak awal kan seharusnya dikirim ke RSUD. Bayi 3,1 Kg, kok seperti ini,” ujar dokter di RSUD dr Soebandi. Kini keluarga dan pasien saat meminta pertanggungjawaban ke Puskesmas tidak digubris. Bahkan dicampakkan begitu saja. “Kita seperti dibuang begitu saja,” ujarnya.
Bidan Siti Muawanah – adalah saksi kunci dalam kasus ini. Proses persalinan diduga tidak wajar karena pengguntingan vagina hingga 3 centi meter lebih. Kini, orangtua bayi laki – laki bernama Ifza Praditya Akbar (1 bulan) terbaring lemah di tempat tidur. Dia menunggu kejelasan penanganan dan pertanggungjawaban dari pihak Puskesmas Tanggul.         







Stop Malpraktik
Kasus malpraktik tidak hanya terjadi di Jakarta seperti yang dialami Prita. Kali ini kota Palembang pun menjadi salah satu tempat terjadinya malpraktik.
Korbannya pun cukup membuat miris hati, karena usianya masih sangat muda yang dilakukan oleh bidan Puskesmas Pembantu (Pustu) Kelurahan 5 Ulu, Kecamatan Seberang Ulu 1, Palembang. Bidan Yt, diduga melakukan malpraktik dan mengakibatkan Versi Paris seorang bayi pasiennya meninggal dunia setelah diobati.
Dugaan malpraktik karena setelah diberi obat  Paris (3 bulan), justru mengalami kejang-kejang dan tubuhnya membiru. Kondisi tersebut terjadi sekitar setengah jam.
Oleh Ibunya, Paris pun dibawa ke bidan lain dan dikatakan kalau Paris diduga salah makan obat atau keracunan obat. Karena kondisinya semakin memburuk, bayi itu dibawa ke RSUD Bari Kota Palembang untuk mendapatkan pertolongan, namun tidak lama kemudian ia meninggal dunia.
Belum diketahui kemungkinan kasus ini akan dituntut keluarga pasien atau tidak, sehingga dapat diproses lebih lanjut atau kedua orang tuanya telah menerima keadaan tersebut.
Saat ini Pwmprov Sumsel gencar menggaungkan program pengobatan gratis, khususnya bagi warga kurang mampu. Apakah karena serba gratis pun akhirnya membuat semuanya serba seadanya.














A.   Ditinjau dari segi Etika:
Bagi asosiasi profesi, etika adalah kesepakatan bersama dan pedoman untuk diterapkan dan dipatuhi tentang apa yang dinilai baik dan buruk dalam pelaksanaan dan pelayanan profesi itu. Malpraktik meliputi pelanggaran kontrak (breach of contract).  
 Salah satu upaya untuk menghindarkan dari malpraktik adalah adanya informed consent (persetujuan) untuk setiap tindakan dan pelayanan medis pada pasien. Di Indonesia terdapat ketentuan informed consent yang diatur antara lain pada peraturan pemerintah no. 18 tahun 1981. Apabila bidan didakwa telah melakukan kesalahan profesi, hal ini bukanlah merupakan hal yang mudah bagi siapa saja yang tidak memahami profesi kesehatan dalam membuktikan ada dan tidaknya kesalahan.
Didalam transaksi teraputik ada beberapa macam tanggung gugat, antara lain;
1)    Contaractual liability
Tanggung gugat ini timbul sebagai akibat tidak dipenuhinya kewajiban dari hubungan kontraktual yang sudah disepakati. Di lapangan kewajiban yang harus dilaksanakan adalah daya upaya maksimal, bulan keberhasilan, karena health care provider baik tenaga kesehatan maupun rumah sakit hanya bertanggung jawab atas pelayanan kesehatan yang tidak sesuai standar profesi/standar pelayanan.
2)   Vicarius liability
Atau respondeat superior ialah tanggung gugat yang timbul atas kesalahan yang dibuat oleh tenaga kesehatan yang ada dalam tanggung jawabnya, miisalnya rumah sakit akan bertanggung gugat atas kerugian pasien yang diakibatkan kelalaian bidan sebagai karyawannya.

3)   Liability in tort
Adalah tanggung gugat atas perbuatan melawan hukum. Perbuatan melawan hukum tidak terbatas hanya perbuatan yang melawan hukum, kewajiban hukum baik terhadap diri sendiri maupun orang lain akan tetapi, termasuk juga yang berlawanan dengan kesusilaan atau berlawanan dengan ketelitian yang patut dilakukan dalam pergaulan hidup terhadap orang lain atau benda orang lain.








B.    Ditinjau dari segi Moral;
Moral adalah ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenal ahklak dan budi pekerti.
Dalam kasus ini bidan tidak menjalankan tugasnya sesuai etik moral;
1)    Untuk Melakukan tindakan yang tepat dan berguna.
2)   Untuk Mengetahui masalah yang perlu diperhatikan.
Bidan harus bertanggung jawab terhadap keputusan yang telah dibuat, bertanggung jawab atas keputusan yang relah diambil.
          Kasus malpraktik ini meliputi pelanggaran kontrak (breach of contract), perbuatan yang disengaja (intentional tort), dan kelalaian (negligence). Criminal malpraktik yang bersifat ceroboh (recklessness) yaitu: “ Melakukan tindakan medis tanpa persetujuan pasien”. Criminal practice yang bersifat lalai (negligence) yaitu: “ kurang hati-hati menyebabkan luka, cacat atau meninggalnya pasien”. Dan harus dipertanggung jawabkan.
Semua ahli madya kesehatan wajib mengucap janji ketika lulus dari pendidikan. Salah satu isi sumpah janji tersebut yaitu untuk melaksanakan tugas sebaik-baiknya menurut undang-undang yang berlaku. Tetapi pada kasus ini bidan “E”  melanggar sumpah tersebut.







C.    Ditinjau dari segi Hukum:
Masalah dugaan malpraktik medic, akhir-akhir ini, sering diberitakan di media massa. Namun sampai kini, belum ada yang tuntas penyelesaiannya. Tadinya masyarakat berharap bahwa UU Praktik Kedokteran itu akan juga mengatur masalah malpraktik medic. Namun, materinya ternyata hanya mengatur masalah disiplin, bersifat intern.
Walaupun setiap orang dapat mengajukan ke Majelis disiplin Kedokteran, tetapi yang hanya menyangkut segi disiplin saja.
Untuk  segi hukumnya, undang-undang merujuk ke KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) bila terjadi tindak pidana. Namun, kalau sampai diajukan ke pengadilan tetap terkatung-katung tidak ada kunjung penyelesaiannya, lantas apa gunanya?
Di Negara yang menganut system hukum Anglo-saxon, masalah dugaan malpraktik medic ini sudah ketentuan didalam common law dan menjadi yurispridensi. Dan karena masyarakat semakin sadar terhadap masalah pelayanan kesehatan, DPR yang baru harus dapat menangkap kondisi tersebut dengan berinisiatif membentuk undang-undang tentang malpraktik medic, sebagai pelengkap UU praktik Kedokteran.
Bagaimana materinya, kita bisa belajar dari Negara-negara yang telah memiliki peraturan tentang hal tersebut. Harapan masyarakat ketika, ketika mereka merasa dirugikan akibat tindakan medis, landasan hukumnya jelas. Sedangkan di pihak para medis, setiap tindakannya tidak perlu lagi dipolemikkan sepanjang sesuai undang-undang.

Pasal 360 KUHP, karena kelalaian menyebabkan luka berat:
Ayat (1) barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun.
Ayat (2) barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehingga menimbulkan penyakit atau alangan menjalakan pekerjaan, jabatan atau pencaharian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama Sembilan bulan atau denda paling tinggi tiga ratus ribu rupiah.












BAB III
PENUTUP
A.   Kesimpulan
Ada banyak penyebab mengapa persoalan malpraktik medic mencuat akhir-akhir ini dimasyarakat. Diantaranya pergeseran hubungan antara tenaga medis dan pasien yang tadinya bersifat paternalistic tidak seimbag dan berdasarkan kepercayaan berganti dengan pandangan masyarakat yang makin kritis serta kesadaran hukum ysng makin tinggi. selain itu jumlah tenaga medis di Indonesia dianggap belum seimbang dengan jumlah pasien sehingga seorang tenaga medis menangani banyak pasien yang berakibat diagnose menjadi tidak teliti.
Dari sudut penegakan hukum sulitnya membawa kasusu ini kejalur pengadilan diantaranya karena belum ada keseragaman paham diantara para penegak hukum sendiri soal malpraktik medic ini.
Mungkin sudah saatnya diperlukan juga saksi yang memahami ilmu hukum sekaligus ilmu kesehatan.
B.    Saran
Jika telah terjadi kesalahan tindakan medis, apakah pasien dan keluarga pasien tidak menuntut, bertanya dan marah dengan tindakan mereka (dokter, bidan dan perawat). Apakah hanya mereka saja yang boleh melakukan hal semaunya untuk pasien, toh pasien bukan kelinci percobaan untuk kesembuhan suatu penyakit.
Pasien pun masih memiliki hak untuk bertanya, dan mendapatkan informasi lebih banyak tentang penyakit mereka dan tindakan medis yang dilakukan untuk diri mereka. Toh badan yang akan disembuhkan bukan badan dokter, perawat atau bidan tapi milik pasien dan itu sifatnya pribadi.
Ketika itu semua terjadi, kesalahan terjadi karena tindakan medis yang keliru, berulang kali IDI dan IBI terus melindungi anggotanya, kenapa mereka tidak mau mengungkapkan hal sebenarnya.
Dimana hati dan tanggung mereka terhadap profesi mereka padahal  mereka telah melakukan sumpah profesi, dan ada hukum serta balasan untuk sumpah yang dilanggar. Dimana lagi kepercayaan masyarakat untuk berobat dan menyembuhkan penyakit mereka????
Kini saatnya semua pihak bersatu STOP MALPRAKTIK, jadilah konsumen yang pintar.
Terhadap dugaan malpraktik medic, masyarakat dapat melaporkan kepada penegak hukum, atau tuntutan ganti rugi secara perdata, ataupun menempuh ketentuan pasal 08 KUHP memasukkkan perkara pidana sekaligus tuntutan ganti rugi secara perdata.








DAFTAR PUSTAKA
Jemberpost.com
kumpulan-segala-macam.blogspot.com/…/pengertian-etika-dan-moral-dalam.html


Tidak ada komentar:

Posting Komentar